Gosok Gigi Ketika Puasa dan Hukum
Memakai Odol Gosok gigi
dianjurkan dalam setiap
keadaan, baik ketika puasa maupun
di luar puasa, baik di pagi hari
maupun siang hari. Dalilnya: 1). Hadis dari Abu Hurairah radliallahu
'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, ْ
"Andaikan tidak memberatkan
umatku, niscaya perintahkan
mereka untuk gosok gigi setiap hendak
shalat." (HR. Bukhari, no. 887) 2).
Hadis dari A'isyah radliallahu 'anha,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa "sallam bersabda, ، ِBersiwak bisa membersihkan mulut
dan mendatangkan ridha
Allah." (HR.
Nasa'i dan dishahihkan al-Albani)
Hadis ini dalil dianjurkannya
bersiwak dalam setiap keadaan. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam tidak mengecualikan untuk
siapapun. Sehingga keumuman
hadis
mencakup orang yang puasa dan
orang yang tidak puasa. Demikian pula dibolehkan menelan
ludah setelah bersiwak. Kecuali jika
ada sisa makanan di mulut maka
harus dia keluarkan. Selanjutnya,
dia
boleh menelan ludahnya. Sebagaimana orang yang puasa
kemudian berkumur, dia
mengeluarkan air dari mulutnya,
setelah itu dia boleh menelan
ludahnya, dan tidak harus
mengeringkan mulutnya dari air yang
dia gunakan untuk berkumur. Imam
an-Nawawi mengatakan, Al-
Mutawalli dan ulama lainnya
mengatakan, Ketika orang yang
puasa berkumur maka dia pasti akan
memasukkan air ke dalam
mulutnya.
Dan tidak wajib mengeringkan
mulutnya dengan handuk atau
semacamnya, dengan sepakat ulama. (Al-Majmu', 6: 327) Imam
Al-Bukhari mengatakan, Bab:
bolehnya bersiwak dengan siwak
basah atau kering bagi orang
yang puasa. Kemudian beliau
membawakan riwayat dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
'Andaikan
tidak memberatkan umatku,
niscaya aku perintahkan mereka
untuk bersiwak setiap wudhu.' Al-Bukhari
mengatakan, 'Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam tidak mengecualikan
untuk
orang yang puasa.'…. Atha' dan
Qatadah – keduanya adalah tabi'in – mengatakan, 'Orang puasa boleh
menelan ludahnya.' (Shahih Bukhari,
7:234) Al-Hafidz Ibn Hajar
mengatakan,
'Dengan bab ini beliau
mengisyaratkan bantahan untuk orang yang menganggap makruh
menggunakan siwak basah bagi
orang yang puasa… telah
dijelaskan sebelumnya bahwa Ibn
Sirin meng-
qiyaskan siwak basah dengan air yang digunakan untuk
berkumur.' (Fathul Bari, 4:158)
Disadur dari Islamqa.com
================== Catatan:
Hukum menggunakan odol: Syaikh
Ibn Utsaimin menjelaskan, Menggunakan odol atau pasta gigi
bagi orang yang puasa tidak lepas
dari salah satu diantara dua
keadaan: Pertama, odol yg rasanya
sangat kuat, hingga pengaruhnya
sampai ke dalam, sementara pengguna tidak
mungkin menghindari kuatnya
rasanya agar tidak masuk ke
dalam.
Dalam keadaan semacam ini
terlarang melakukannya dan tidak boleh menggunakannya. Karena
bisa
menyebabkan batalnya puasanya.
Dan segala sesuatu yang bisa
menyebabkan kepada yang haram
maka hukumnya terlarang. Disebutkan dalam hadis Laqith bin
Shabrah bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎً ﺑﺎﻟﻎ ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ
"Bersungguh-sungguhlah dalam
menghirup air ke dalam hidung,
kecuali jika kamu puasa."
(HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-
Albani) Dalam menghirup air ke dalam
hidung, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam mengecualikan ketika
sedang puasa. Karena ketika
seseorang bersungguh-sungguh
dalam menghirup air ke dalam hidung dalam kondisi puasa,
terkadang air
tersebut merembet masuk ke
perutnya, sehingga puasanya
menjadi batal. Karena itu, kami
simpulkan, 'Jika pasta gigi tersebut pengaruhnya sangat kuat, dimana
bisa masuk ke perut maka tidak
boleh menggunakannya dalam
kondisi ini, atau minimal kita
katakan: hukumnya makruh.' Kedua,
odol yg rasanya tidak terlalu kuat, sehingga memungkinkan bagi
pengguna untuk berhati-hati agar
tidak masuk maka hukumnya tidak
mengapa menggunakan pasta
tersebut. Karena dalam mulut itu
dihukumi sebagaimana bagian luar tubuh. Oleh karena itu, seseorang
boleh berkumur dan itu tidak
mempengaruhi puasanya. Andaikan
bagian dalam mulut bisa termasuk
bagian dalam tubuh, tentu orang
yang puasa dilarang untuk berkumur. (Majmu' Fatata Jilid XIX,
Bab: Hal-hal
yang dimakruhkan dan dianjurkan).
Sumber: http:// www.islamway.com/?
fatwa_id=13183&iw_a=view&iw_s=
Fatawa Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi
Nur Baits (Dewan Pembina
KonsultasiSyariah.com). Artikel www.KonsultasiSyariah.com ABOUT THE AUTHOR Ustadz Ammi Nur
Baits Beliau adalah Mahasiswa
Madinah
International
University, Jurusan
Fiqh dan Ushul Fiqh. Saat ini, beliau aktif sebagai Dewan
Pembina website
PengusahaMuslim.com,
KonsultasiSyariah.com, dan
Yufid.TV, serta mengasuh
pengajian di beberapa masjid di sekitar kampus
UGM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar